Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Alfred Riedl: Saya Cinta Negeri Ini

Written By Mas Donny on Sabtu, 16 Juli 2011 | 18.00

"Saya cinta negeri ini, saya suka orang-orang di sini, mereka menyenangkan. Saya juga suka pemain Indonesia. Saya punya banyak kenangan manis di negeri ini," ujar Alfred Riedl, pelatih kepala timnas Indonesia yang dipecat oleh PSSI, ketika bertemu dengan wartawan di Amadeus Cafe, Plaza FX, Jl Sudirman, Jakarta, Jumat (15/7).

Komentar Riedl itu keluar saat ditanya soal kesan-kesannya melatih Indonesia. Usai Riedl mengucapkan hal tersebut, belasan wartawan spontan bertepuk tangan.

Suasana jumpa pers petang itu bisa dibilang cukup emosional. Seperti kita semua tahu, saat membesut timnas di Piala AFF pada Desember 2010 lalu, penggila bola bahkan rakyat Indonesia dibuat bereuforia dengan penampilan Firman Utina dkk.

Sudah lama kita tidak melihat permainan timnas yang menyerang dan menghibur. Di bawah asuhan Riedl, timnas seperti akan menjadi juara, meski akhirnya kandas. Riedl juga menunjukkan ketegasannya dengan mencoret Boaz Salossa, salah satu penyerang terbaik di negara ini. Alasan kedisiplinan Boaz disebut-sebut menjadi penyebabnya.

Riedl juga pernah menolak media yang ingin mewawancarai pemain usai berlatih karena dianggap mengganggu konsentrasi. Tak hanya itu, Riedl mampu menangani tekanan-tekanan non teknis saat melatih timnas di Piala AFF 2010.

Meski didepak secara tidak beretika, Ia mengaku tidak menyimpan dendam kepada orang Indonesia, pengurus PSSI di era Nurdin Halid dan di bawah kepemimpinan Djohar Arifin Husin yang memecatnya.

"Saya datang baik-baik ke sini. Pergi pun juga harus dengan baik-baik. Semoga PSSI juga begitu ke saya," imbuhnya.

Pria kelahiran Wina, 2 November 1949 itu menerima keputusan PSSI yang memecatnya. Meski ia heran dengan keputusan tersebut. Apalagi hingga Jumat (15/7), tidak ada satupun pengurus PSSI yang memberitahu dirinya soal keputusan pemecatan.

"Dalam sepak bola pergantian pelatih biasa. Tapi kalau mereka (PSSI-red) bilang tidak menemukan kontrak dengan saya, itu aneh. Saya dikontrak secara sah dengan PSSI, bukan dengan individu ke individu," cetusnya.

"Keputusan ini tetap aneh bagi saya. Ada empat staf pelatih. Tapi saya dan Pikal (asisten pelatih-red) yang ditendang. Sedangkan sisanya, Widodo dan Edy (Harto-pelatih kiper) tidak. Kalau saya saja dipecat tak masalah, tapi kenapa Pikal juga? Dia pelatih bagus kok," ujarnya lagi.

Riedl menambahkan bahwa tidak mungkin baginya meneken kontrak secara personal. Karena jika ada masalah di kemudian hari, ia tak akan bisa melakukan langkah hukum, misal menggugat ke FIFA.

Pria Austria berusia 61 tahun itu mengungkapkan kalau kontrak kerjanya dengan PSSI diteken oleh Nirwan Bakrie, waktu itu wakil ketua umum dan Nugraha Besoes, Sekjen PSSI di era kepengurusan Nurdin Halid.

"Ada stempel resmi PSSI,' urainya.

Saat ditanya mana kontrak yang ia pegang, Riedl menjawab: "Ada di safety box di bank. Tak mungkin lah saya bawa-bawa, tidak aman dan terlalu beresiko."

Pria yang berhasil membawa Vietnam lolos ke perempat final Piala Asia 2007 dan membawa Laos masuk final SEA Games 2009 tersebut pun meminta sisa haknya dibayar oleh PSSI. Berapa besarnya?

"Saya tidak ingat, detilnya ada di dalam kontrak. Tapi jumlahnya cukup banyak," tandasnya.
18.00 | 0 comments

Bandara Hasanuddin di Ibukota Indonesia Timur

Baiklah, hanya ada satu hal saya tidak suka dari Makassar: suara berisik dan terus menerus pengumuman di bandar udara Hasanuddin. Suara ini tidak jelas, dan saban hari dikabarkan banyak penumpang ketinggalan pesawat karena hal tersebut.
Soal akustik bandara ini sudah cukup lama dikeluhkan orang. Tapi rupanya perbaikan yang dilakukan belum berhasil. Menambah pengeras suara dan memperbesar suara tidak berguna, karena bukan faktor utama penentu kejernihan suara. Pokok soalnya ada pada waktu dengung yang terlalu panjang karena pantulan suara dari segala arah, dari dinding kaca di semua sisi, dan mungkin sedikit dari langit-langit melengkung.
Kalau Anda ingat dan memperhatikan bandara Incheon, Seoul, mungkin akan menyadari bahwa di sana hampir tidak pernah kedengaran ada pengumuman bersuara. Yang terjadi begini: hal-hal yang bersifat umum hanya diumumkan secara visual dengan layar besar. Pengumuman bersuara hanya dilakukan di masing masing ruang tunggu, dan hanya kedengaran di situ saja, padahal tidak tertutup seperti ruang tunggu Hasanuddin atau Soekarno-Hatta.
Kadang-kadang memang ada pengumuman menyeluruh, misalnya tentang keamanan, tetapi secara umum dan rutin kita tidak dengar suara bising pengumuman bertubi tubi dan berisik, tidak berkualitas jernih. Ini, selain karena rancangan sistem, juga didukung rekayasa teknik pengeras suara dan penataan ruangan yang hebat dengan bahan-bahan yang cukup menyerap suara, mengurangi dengung.
Jadi mengapa pengetahuan dan teknologi itu tidak sampai ke Hasanuddin?  Soal teknologi mungkin bisa dimaklumi. Tetapi pengetahuan tentang tata ruang yang menghasilkan suara yang jernih seharusnya sudah merupakan baku mutu minimum yang harus diterapkan pada semua bandara antarbangsa.
Apalagi Hasanuddin, di ibukota Indonesia Timur. Ya, Makassar bukan hanya ibukota provinsi Sulawesi Selatan, tetapi secara ekonomi praktis adalah ibukota Indonesia bagian Timur.
Masalah di bandara Hasanuddin bukan hanya soal akustik. Standar toilet juga sangat tidak layak, ruang sirkulasinya terlalu sempit untuk bandara seluas ini. Sekarang ini hampir selalu ada bagian yang selalu direnovasi. Instalasi pendingin ruangannya luar biasa buruk pengerjaannya, dengan cepat menjadi kotor dan menimbulkan kesan menjijikkan. Detail detail sambungan baja, yang menjadi unsur konstruktif utama bandara ini, juga sangat buruk, setidaknya secara visual.
Mengapa bandara yang secara garis besar mega dan berpotensi ini menjadi buruk pada wujud akhirnya?
Bila kita bandingkan dengan banyak fasilitas umum di negeri ini, termasuk halte bus di Jakarta, mungkin sebabnya sama. Ada "inefisiensi" mungkin sekitar 30 % yang tidak sempat jadi barang dan jasa, yang seharusnya mewujud sepenuhnya dari anggaran? Atau, adakah sebab lain?
17.51 | 0 comments

Dorce Gamalama Hubungan Baik Dengan Asep Iya, Nikah Tidak!

Asep Maskar, pria berusia 28 tahun asal Bogor, Jawa Barat mengaku telah menikah secara siri dengan artis Dorce Gamalama pada 30 Juni 2009 lalu.
Dorce yang diklarifikasi, langsung membantah pernyataan Asep tersebut. "Dia sudah gila kali yah. Nggak benar itu jika ada pernikahan," ucap Dorce saat dihubungi, Kamis (14/7/2011) malam.
Dorce yang merasa tak ada pernikahan, pun menantang Asep untuk menunjukan bukti kebenaran ucapan Asep tersebut. "Kalau kawin apa buktinya , foto dan sebagainya. Ini kok Asep bilang begitu seperti menggali liang kuburnya sendiri," tantang Dorce agak marah.
Meski membantah telah terjadi pernikahan, namun artis multitalenta itu, membenarkan jika ada hubungan spesial antara dirinya dengan Asep. "Memang saya kenal dia lama waktu dia di luar negeri, dia itu baik banget dan saya lihat dia punya bakat menyanyi, makanya saya buatin album 10 lagu. 8 lagu milik saya dan 2 milik dia. Setelah dia pulang dari luar negeri dia dan saya kerjasama untuk buat restoran. Dan saya memang hibahkan rumah serta laptop untuk dia," papar Dorce gamblang.
Seiring waktu berjalan, ternyata hubungan antara dirinya dengan Asep mendapat pertentangan oleh keluarga besar Asep. "Memang hubungan saya dengan dia ditentang oleh keluarganya, katanya nggak baiklah berteman dengan sejenis. Dan keluarganya bilang harus membalikan semua barang saya karena haram," terang Dorce.
17.50 | 0 comments

Tak Pernah Jadi Majikan di Hutan Sendiri

Written By Mas Donny on Rabu, 13 Juli 2011 | 12.08

Di seluruh dunia, setidaknya ada 1,6 miliar orang yang kehidupannya bergantung pada hutan serta produk-produknya. Dan sekitar 70% dari masyarakat adat dunia itu bisa ditemukan di Asia. Di Indonesia sendiri, diperkirakan ada sekitar 15 juta masyarakat adat yang menjadikan hutan sebagai ruang hidup dan sumber penghidupan mereka.

Produk hutan, buat mereka, bukan sekadar komoditas untuk dijual, tapi juga menjadi sumber makanan sehari-hari.

Sayangnya, kelompok masyarakat adat yang tersebar di Indonesia maupun dunia itu belum cukup terwakili atau terlibat dalam berbagai diskusi internasional soal pengelolaan hutan. Padahal dengan memiliki hutan tropis terluas ketiga di dunia, Indonesia sering menjadi sorotan.

Yang cukup awam terjadi adalah, hak-hak masyarakat adat di berbagai belahan dunia tidak diakui oleh pemerintah pusat. Hasilnya adalah berbagai konflik tanah atau lahan yang terjadi sehubungan dengan hutan.

Salah satu contoh kejadian di Indonesia, masyarakat adat yang sudah secara turun-temurun mengambil atau menjual hasil hutan adat, tiba-tiba dilarang masuk kawasan hutan karena wilayah tersebut sudah menjadi bagian dari kawasan kelola sebuah perusahaan tertentu.

Data dari Kementerian Kehutanan menyebutkan, saat ini ada 19.240 desa di 32 provinsi yang sedang mengalami konflik atas kawasan hutan. Batasan antara hutan masyarakat dan hak pengelolaan yang diberikan kepada sektor bisnis masih sering tumpang tindih.

Sementara itu, organisasi Rights and Resource Initiative malah mencatat ada 26 ribu desa di Indonesia yang tengah berebut jutaan hektar lahan hutan. Dan terdapat 85 konflik lahan yang berakhir dengan kekerasan terjadi di 33 provinsi di Indonesia tahun ini — naik dari hanya 50 pada tahun lalu.

Selain konflik yang berujung kekerasan, koordinator Rights and Resource Initiative Andy White dalam konferensi Pengelolaan Hutan, Pemerintahan dan Bisnis di Lombok, Senin (11/7) juga menyebut faktor kepadatan penduduk dan adanya ketidakseimbangan keuntungan buat perempuan dalam menikmati hasil-hasil hutan sebagai tiga masalah utama pengelolaan hutan di Indonesia.

Ketua Dewan Kehutanan Nasional Hedar Laujeung merujuk salah satu sumber masalah pengelolaan hutan pada perundang-undang yang berbias kolonial dan tidak ramah terhadap masyarakat setempat. Hutan langsung dianggap sebagai tanah negara. Padahal, Forum PBB untuk Hutan (United Nations Forum on Forests) sudah menegaskan, "Di mana ada hutan, pasti ada manusia di sana. Komunitas masyarakat adat di sekitar hutan sudah secara tradisional dan akan terus menjadi pemangku kepentingan utama."

Tetapi, menurut Hedar, hak-hak masyarakat atas hutan selama ini tidak diakui. "Padahal mereka sudah bermukim di hutan sebelum republik ini didirikan," tambah dia.

Sekjen Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto juga membenarkan soal warisan kolonial sebagai salah satu akar masalah hutan di Indonesia. Bahkan undang-undang yang muncul pada masa Orde Baru (UU Nomor 5/1967) menyumbang pada munculnya konglomerasi hutan di masa itu. Reformasi kebijakan kehutanan yang terjadi sekarang, menurut Hadi, berfokus pada upaya menjadikan masyarakat adat sebagai majikan di hutan sendiri.

Desentralisasi, menurut Hedar, seharusnya memudahkan pengelolaan hutan. Sayangnya, proses tersebut tidak disertai perubahan paradigma. "Istilah kasarnya, seolah memindahkan pencuri dari ibu kota negara, ke ibu kota provinsi, dan sekarang ke kabupaten," ujar Hedar.

Seperti yang terjadi di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, adalah pencurian sistematis oleh pemerintah daerah. Kawasan seluas 300 hektar ini merupakan hutan jati tertua di Indonesia, bahkan lebih tua dari kawasan hutan jati Meru Betiri, Jawa Timur.

Pemerintah akan membayar orang suruhan untuk menebang pohon-pohon tersebut. Selanjutnya, dilangsungkanlah operasi untuk merazia tebangan pohon jati tersebut. Setelah disita, kayu tebangan tersebut akan dilelang.  Masyarakat pun marah dan berusaha mengklaim kayu-kayu tebangan tersebut. Kasus ini salah satu yang dimediasi oleh Dewan Kehutanan Nasional.

Konflik atas lahan hutan terus terjadi karena pendapat masyarakat desa dan pemangku adat tak pernah didengar dalam proses pemberian izin pengelolaan hutan. "Masyarakat baru kaget ketika tiba-tiba ada pengelola HPH masuk ke hutan," tambahnya.

Seharusnya, otoritas desalah yang mendapat wewenang besar atau menerima konsultasi ketika izin pengelolaan hutan akan diberikan. Untungnya sekarang adalah lebih ada kemauan politik dari pemerintah dan sisi bisnis untuk berdialog dengan masyarakat. "Di masa Orde Baru, dialog itu tidak mungkin ada. Tapi kini, opsi mediasi itu terbuka." ujar Hedar.
12.08 | 0 comments

Irfan Bachdim Akhirnya Resmi Menikah

Written By Mas Donny on Minggu, 10 Juli 2011 | 11.48

Irfan Bachdim-Jenifer|Foto: IST
Jakarta-C&R/OMG- Ucapan Jennifer Kurniawan untuk menikah dengan pesepak bola yang pernah memperkuat tim Nasional dalam ajang piala AFF 2010, Irfan Bachdim pada bulan Juli tampaknya bukan isapan jempol. Jennifer akhirnya resmi dipersunting Irfan Bachdim pada hari Jum'at, 8 Juli 2011 di Jerman.
Pernikahan itu, hanya dihadiri oleh sanak keluarga Jennifer dan Irfan. Walau sempat penikahan tersebut terganjal karena isu perbedaan agama, toh Jennifer dan Irfan tetap melangsungkan pernikahan.
Menurut Erin, manajer Jennifer, keluarga Irfan menyerahkan sepenuhnya keputusan ke tangan Irfan. "Masalah perbedaan agama kami sempat diskusi karena Undang-Undang Pernikahan di sini sulit, akhirnya mereka memilih di luar," papar Erlin dalam jumpa media di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Jum'at (8/7/2011).
Erlin menambahkan jika dirinya tidak tahu menahu bagaimana prosesi pernikahan antara Jeniffer dan Irfan. "Saya kurang tahu. Yang pasti pakai konsep internasional karena gaun disponsori May May Bridal," ujar Erlin seraya menambahkan jika Jennifer kemungkinan besar akan mengadakan resepsi di Indonesia. "Tanggalnya belum pasti," tukasnya.
11.48 | 0 comments
adf.ly - shorten links and earn money!

http://newspolitic.blogspot.com/ http://zivulaz.blogspot.com/ http://donnysarticle.blogspot.com/ http://pulsaprince.blogspot.com/ http://rockmusix.blogspot.com/ http://apotecker.blogspot.com/ http://gotosport.blogspot.com/

Follow