Polisi menilai tarif electronic road pricing (ERP) atau jalan berbayar sebesar Rp6.000-21.000 terlalu kecil. Besaran tarif itu merupakan usulan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Menurut Direktur Lalulintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Royke Lumowa, jika tarifnya dipatok sebesar itu, ERP tidak akan efektif mengurangi kemacetan.
"Ya kalau segitu tarifnya tentu jalan berbayar tidak akan efektif untuk mengurangi kemacetan," kata Royke Lumowa di Jakarta, Jumat 8 Juli 2011.
Tarif yang terlalu murah justru akan memancing masyarakat tetap menggunakan kendaraan pribadi. "Masyarakat tidak akan berpikir dua kali untuk menggunakan kendaraan pribadinya. Karena tarifnya murah dan hampir sama dengan tarif tol. Bahkan tarif Joki 3 in 1 lebih mahal," ujarnya.
Sebelumnya, Direktorat Lalulintas Polda Metro Jaya mengusulkan agar tarif jalan berbayar dipatok melebihi nilai denda tilang kendaraan bermotor, dengan kisaran Rp75.000 – Rp100.000. Tarif yang mahal diharapkan menjadi pertimbangan masyarakat untuk tidak mengunakan kendaraan pribadi.
Nilai tarif ini harus diberlakukan saat jam sibuk kendaraan seperti pukul 06.00 – 09.WIB dan 16.00 – 19.00 WIB. Bahkan, jika perlu tarif jalan berbayar akan semakin mahal jika kondisi lalu lintas di area itu dalam kondisi macet.
Tarif mahal juga harus diberlakukan kepada sejumlah fasilitas parkir yang berada disekitar lokasi jalan pelaksanaan ERP. Mahalnya tarif ERP diharapkan membuat pendapatan daerah bertambah sehingga dana tersebut dapat digunakan kembali untuk perbaikan infrastruktur transportasi.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, menyambut baik usulan tersebut. Namun, kata dia, seluruh kewenangan sepenuhnya ada di tangan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo.
Pristono menjelaskan, usulan tarif yang diajukan Dishub DKI mencontoh di Singapura. Di negara itu setiap kendaraan yang melintas di jalur ERP harus membayar 1 sampai 2 dollar Singapura atau sekitar Rp6.000 sampai Rp12 ribu.
Menurutnya, penentuan tarif harus disesuaikan kemampuan masyarakat membayar joki, dan biaya tarif tol dalam kota. Setelah itu, lanjut dia, usulan tarif akan dipaparkan kepada gubernur untuk kemudian ditetapkan.
"Kami masih terus mengkaji, mana yang lebih efektif, sembari menunggu dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah," terangnya.
Menurut Direktur Lalulintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Royke Lumowa, jika tarifnya dipatok sebesar itu, ERP tidak akan efektif mengurangi kemacetan.
"Ya kalau segitu tarifnya tentu jalan berbayar tidak akan efektif untuk mengurangi kemacetan," kata Royke Lumowa di Jakarta, Jumat 8 Juli 2011.
Tarif yang terlalu murah justru akan memancing masyarakat tetap menggunakan kendaraan pribadi. "Masyarakat tidak akan berpikir dua kali untuk menggunakan kendaraan pribadinya. Karena tarifnya murah dan hampir sama dengan tarif tol. Bahkan tarif Joki 3 in 1 lebih mahal," ujarnya.
Sebelumnya, Direktorat Lalulintas Polda Metro Jaya mengusulkan agar tarif jalan berbayar dipatok melebihi nilai denda tilang kendaraan bermotor, dengan kisaran Rp75.000 – Rp100.000. Tarif yang mahal diharapkan menjadi pertimbangan masyarakat untuk tidak mengunakan kendaraan pribadi.
Nilai tarif ini harus diberlakukan saat jam sibuk kendaraan seperti pukul 06.00 – 09.WIB dan 16.00 – 19.00 WIB. Bahkan, jika perlu tarif jalan berbayar akan semakin mahal jika kondisi lalu lintas di area itu dalam kondisi macet.
Tarif mahal juga harus diberlakukan kepada sejumlah fasilitas parkir yang berada disekitar lokasi jalan pelaksanaan ERP. Mahalnya tarif ERP diharapkan membuat pendapatan daerah bertambah sehingga dana tersebut dapat digunakan kembali untuk perbaikan infrastruktur transportasi.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, menyambut baik usulan tersebut. Namun, kata dia, seluruh kewenangan sepenuhnya ada di tangan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo.
Pristono menjelaskan, usulan tarif yang diajukan Dishub DKI mencontoh di Singapura. Di negara itu setiap kendaraan yang melintas di jalur ERP harus membayar 1 sampai 2 dollar Singapura atau sekitar Rp6.000 sampai Rp12 ribu.
Menurutnya, penentuan tarif harus disesuaikan kemampuan masyarakat membayar joki, dan biaya tarif tol dalam kota. Setelah itu, lanjut dia, usulan tarif akan dipaparkan kepada gubernur untuk kemudian ditetapkan.
"Kami masih terus mengkaji, mana yang lebih efektif, sembari menunggu dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah," terangnya.
11.47 | 0
comments